YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 28 Desember 2012

Traveling to Ancol (Dufan)

Kemarin sungguh hari yang istimewa... Setelah pada akhirnya berhasil membujuk suami greenicha mendapatkan cuti, dari kesibukan kerjanya yang nyaris tak mengenal hari libur (hiks..), alhamdulillah lumayan satu hari di-acc cuti boss beliau, tepat saat greenicha mendapat libur kerja (yang seminggu..)

memikirkan beberapa destinasi seru tapi murah meriah, seperti The Jungle yang tak perlu keluar kota, atau bahkan Kebun Raya yang cukup satu kali naik angkot (berhubung suami greenicha kehilangan motor), juga Taman Safari yang sempat jadi piliha, hmm... akhirnya suami greenicha memilih ke Dunia Fantasi, Jakarta.. Yippe!!

Berangkat dari Bogor ke Jakarta kedua kalinya (sebelumnya kemi Ke Taman Ismail Marzuki, ada acara nonton bareng Festival Film Palestina), kali ini cukup unik dan sebenarnya mendebarkan, karena kami berdua belum pernah ke daerah Ancol. Bahkan kami berdua cukup buta dengan dunia Jakarta yang konon terkenal cukup kejam dari ibu tiri si bawang merah...
Tapi yah, berhubung ada kebaikan hati Jakarta yang menghadirkan busway Trans Jakarta, jadi bagi kami sekarang jakarta tak sekejam dahulu kala... :)
Mudah-mudahan catatan perjalanan 'traveling' greenicha & suami bisa bermanfaat buat teman-teman yang memerlukan informasi destinasi dari Bogor ke Ancol, dan tentunya informasi tentang Dufan yang seruuuu!!

Sobat, yang sudah menikah pasti setuju kan sama pendapat greenicha, bahwa kemanapun perginya asalkan  bersama suami semua tempat pasti seru, berkesan, dan memorable :)
nah, yang plus plus adalah karena greenicha sebetulnya terakhir kali ke Dufan itu saat di kelas 2 SMP, alias sekitar tahun 1995, hehe.. Apalagi, sebetulnya greenicha juga sudah lama tidak goyah akan sekian tawaran dan godaan yang mengajak ke Dufan..Sampai akhirnya luluh pada my husband Mr.Audah...

Nah, kembali ke tujuan sobat membaca tulisan saya, yang pasti dikarenakan ingin tahu info lengkap ke Dufan, iya kan?
Diawali dengan bismillah, agar diridhoi Allah perjalanan honeymoon ini, kami sebut traveling karena kami berdua agak 'sok' pakai backpack segala, padahal isinya adalah baju ganti dan 2 macam bekal (nasi & spaghetti), plus 3 botol minum. Niat banget kan kami ini? Padahal mah untuk menghemat biaya jajan..dan ga mungkin juga niat beli baju ganti disana, karena sudah kami taksir berharga tinggi karena di lokasi sana biasanya hanya ada yang berbranded khas Dufan yang tak pernah terdengar sale alias diskon besar-besaran :))

Tuh kan, belum juga ke intinya. Baiklah, mari kita mulai sekarang juga..

Kami berdua berangkat dari Bogor agak kesiangan jam 7 pagi, padahal better-nya at lease jam 6 agar tidak terlalu ramai saat tiba di tempat nanti.
Kali ini greenicha akan menyampaikan informasi perjalanan melalui jalur kereta yach..
berangkat dari Stasiun Bogor, kami lalui dengan kereta commuter juruusan Bogor-Kota..
kalau tidak masalah dengan kereta ekonomi, greenicha baru tahu padahal jam 7an sudah ada kereta ekonomi jurusan Bogor-Jatinegara. Kalau naik kereta jenis ini, saat turun di Jatinegara tinggal naik 1 kali lagi kereta ekonomi/commuter jurusan Senen. turun deh..

Nah, yang greenicha naiki berhubung kereta commuter jurusan kota, maka kami turun di stasiun Manggarai. dari situ, tidak perlu beli karcis lagi, simpan saja baik-baik di kantong, lalu naik kereta jurusan Jatinegara di jalur 5. Disini kami sempat tanya-tanya dulu ke petugas setempat, karena ada 2 jenis kereta ke Jatinegara yang berbeda arah dengan tujuan ke stasiun Senen nantinya. Jadi, hati-hati ya sebelum naik kereta..
Nah, naik commuter lanjutan arah ke Jatinegara, kami pun turun di stasiun setempat, lalu melanjutkan lagi naik kereta tujuan Stasiun Pasar Senen. Sebetulnya bisa memilih kembali untuk naik jenis ekonomi atau commuter, namun mengingat  waktu yang sudah semakin siang, kami pun memilih yang tercepat berangkat saat itu. ekonomi. Kurang nyaman karena kebersihan yang minus, tapi lumayan enak karena sepi pengunjung :)
 Akhirnya kami berdua berhasil melalui Pasar Senen, lalu menghampiri busway jurusan Ancol ..
Hanya beberapa menit melintasi koridor demi koridor busway, akhirnya kami sampai di ujungnya.. Ancol!!
Alhamdulillah, debaran ini usai sudah, karena kami sudah selamat dari ancaman tersesat & salah arah :)

Turun dari koridor Ancol, untuk menempuh Dufan sudah tinggal selangkah lagi! Yippe..
Siapkan dahulu uang untuk karcis masuk Ancol Rp 15.000,- per orang, lalu tinggal ambil jalan ke arah kiri setelah keluar dari tangga.
Hmm..sebetulnya sayang juga ya sudah mengeluarkan uang masuk Ancol kalau tidak dinikmati dulu Ancolnya. Sekilas tentang Ancol, disini kita bisa memilih untuk jalan-jalan sejenak di Ancol, menikmati wahana bay Ancol dengan kelilling naik bus gratis bertuliskan 'wara wiri', atau bahkan lebih seru naik sepeda yang sudah tersedia dan siap disewakan (tapi greenicha belum tahu nih, gratis atau bayar). hwaa...bahkan ada Sea World yang pengeeen juga kesana..
Tapi yah, first thing first; to our real destination to Dufan :)

Hampir dzuhur rasanya saat kami tiba di depan gerbang masuk Dufan. Oiya, ingat yah sobat, di akhir tahun seperti ini banyak promo dari sponsorship Dufan yang bisa memberikan diskon cukup besar, diantaranya Indomaret yang memberikan diskon Rp 100.000,- dengan hanya menunjukkan struk pembelian minimal Rp 50ribu (kami baru tahu promo ini masih ada, saat salah satu supir bis wara wiri menunjukkan kertas struk dan bermaksud untuk menjual 'murah' pada kami..tapi sayangnya kami masih ragu, kuatir tidak halal hehe..). Katanya ada juga dari STNK yang cukup ditunjukkan ke penjual tiket, bisa diskon setengah harga! Wow.. Yang paling enak memang jadi anak-anak, masuk Dufan super murah, gak sampai 100ribu bisa main sepuasnya...
Nah, berhubung greenicha tidak bawa struk belanja Indomaret apalagi STNK suami yang udah diambil poslisi karena kehilangan motor (hehe..alibi), akhirnya suami berinisiatif bayar pakai kartu mandiri atm. Alhamdulillah, lumayan diskon 20% dari tiket Rp 250.000,- ..hehe...

(bersambung..)

Sabtu, 08 Desember 2012

aku, anak-anak, dan sekolah

beberapa hari yang lalu ibu kepala sekolah meminta kami menuliskan rencana dan atau harapan-harapan berkenaan dengan pendidikan, anak-anak, kelas dan sekolah...
karena baru ingat di pagi hari keesokan harinya, dan deadline nya di jam 11 pagi juga, walhasil jari jari ini mulai menari dengan penuh kesegeraan, meski harus tetap berkutat dengan mengawasi kelas yang sedang UAS....
ga nyangka juga dapet 4 halaman...
isinya entah worther or else, tapi greenicha harap tulisan itu bisa berarti banyak untuk kebaikan...

and here it is...

Oleh : Melissa Madjid, S.KH 

“Pengantar kecil karcis ke gerbang Syurga”      

                   Hari ini mari berbincang tentang tangan-tangan kecil yang biasa menyalami kita di pagi hingga sore menjelang.Mari kita bicara tentang wajah polos yang dibaliknya tersimpan mutiara jernih bernama hati yang bersih.Mereka kecil dan kebanyakan masih mungil, namun mega besar dalam nilai-nilai yang kita putuskan ambil untuk menyelami hidup dan hari-hari bersamanya. 
Saat guru menjadi keputusan besar yang akhirnya diterima, kebahagiaan itu serta merta hadir….melalui tangan-tangan kecil yang selalu menghampiri atau dihampiri. 
Kita putuskan untuk menjejaki dunia mereka yang serba warna dan irama. Sekolah at-taufik adalah gedung berbhineka.Dalam genre dan suara.Dibalik seragam dan jam pulang masuk.Menjadi guru didalamnya menjadi salah satu hal terhebat yang pernah diputuskan. Menjadi guru yang mengkreasikan, mengaduk-aduk dan meracik tangan-tangan kecil itu, hingga keluar dari lingkungan aman mereka dengan bekal Rabbaniyah…Itulah agenda besar aku dan rekan guru lain, dalam hari dan detik yang berdetik. 
Lelah adalah niscaya, namun diam adalah pengalaman yang ditenggelamkan.Selalu ada bicara atau aksi yang berfisik. Atau tangan-tangan yang menjelentik meski tak berisik. Mencetak generasi Rabbani….
Sungguh suatu PR besar di era globalisasi yang sudah bebas masuk.Mendidik anak dengan nuansa yang selalu aktif, demokratis dan kritis adalah tantangan yang nyata.Karna waktu adalah hambatan yang tak pernah maya, karna rangkaian rencana yang terus bertumpuk-tumpuk masih berkelana di meja dan desktop. Bangunan yang terpancang tidak akan kokoh saat satu bata belum dipasang.Maka individu adalah kebutuhan yang mesti untuk menetapkan kokohnya bangunan. Karna bagaimana mungkin generasi ditelurkan, saat bangun tubuh yang satu ringkih. 

Suatu hari kita dibincangkan tentang eksistensi dan apresiasi bagi anak-anak tersayang yang ratusan meramaikan hari demi hari di sekolah ini. Namun semua akan sulit dibangun tanpa menyemai nilai-nilainya di kiri kanannya.Mencoba sendiri memang pekerjaan yang berat dan melelahkan, saat pribadi merasa komunikasi bagi sekitarnya tak berdaya. Ia seakan menjadi pendekar kesepian di kelasnya sendiri, dan di belantara ratusan anak dan sepenuh bangunan yang tinggi. Namun mudah diguncangkan.Membangun cita-cita besar, dibalik impian yang menjulang tinggi, dibalik rencana demi rencana yang ditumpuk rapih, dibalik cuapan yang tak jemu lagi, semuanya membutuhkan effort yang jauh lebih akbar dan azzam yang super kuat dan saling menguatkan.

Itulah mengapa apel bukan sekedar nama bagi buah. Apel juga istilah yang ranum bagi sekumpulan yang saling bertemu dan menularkan gagasan dan energy positif. Meski singkat ia mampu menularkan kekuatan yang melebar. Karena saat Rasulullah saw mengatakan bahwa senyum adalah sedekah meski diam, maka kata-kata manis yang disunggingkan memberikan infaq kekuatan yang tak terhingga.      
      Lembaran evaluasi juga merupakan sebentuk yang dibutuhkan dalam kontinuitas. Karena segala perbaikan seakan buta tanpa analisa kekurangan dan mengedepankan kekuatan di masa mendatang.        
    Maka sebagai sebentuk individu saya pun perlu menegur diri sebagai pribadi yang jauh dari nilai sempurna. Berjuang itu adalah bentuk yang terlalu luas untuk sekedar diartikan sebagai usaha kerja keras. Ada kecerdasan yang perlu terus dipupuk, ada kreatifitas yang perlu terus dicari.Maka sebagai guru matematika di sekolah ini saya belum larut dalam kreatifitas dalam mengajar. Suatu bentuk yang ingin dispontankan diri ini karena anak-anak didik membutuhkan hal yang ‘ingin’ mereka pahami, sementara pola pengajaran konvensional seringkali belum mencoba memasuki dunia mereka.Saya butuhkan sekali itu, dan yang saya tahu saya perlu terus mencari, dan berharap terus difasilitasi.    
         Waktu terlalu sering membatasi gerak curah fikir. Meski masih banyak yang ingin diselami di atas kertas, ada satu hal yang paling sering menggelitik hari dan hati.Yaitu nama yang berdiri disini. Sekolah ini.      Impian bersamakah ini, atau harapan bersamakah ini, saat masjid ini terletak di samping muka gerbang? Bahwa sebagai sebuah ideology yang bukan tanpa sengaja Allah hadirkan berdiri disini hingga kita mampu menyemai makna dibaliknya? Bahwa masjid adalah pusat kita.
Masjid adalah sentral motorik kita.Kita ada ‘karena’ masjid ini.Kita berdiri disini, menempa diri dan berkutat setiap hari disini, dengan atau tanpa menyadari bahwa masjid ini ‘guru’ utama kita.saat sekolah demi sekolah, di kota ini dan belantara negeri ini mengiblatkan diri pada pola pendidikan barat, rasulullah mengajarkan kita untuk selalu dan mengiblatkan diri sebagaimana masjid ini berarah.Kita mengajarkan mereka aktif dan kritis sebagaimana demokrasi barat berbicara, namun adab demi adab yang yang memaknai keaktifan dan kekritisan sejak Rasulullah saw dan para ustadz dan ulama besar telah dilestarikan berabad-abad dalam kejayaan yang membuktikan kontribusi besar dan keharuman nama yang tak pernah silau oleh keredupan jaman.Maka saat kita menanggalkan ketertiban dalam masjid, mulai dari sandal dan sepatu yang berserakan, hingga shaf yang renggang dan shalat yang terlambat, perlu kita renungi akan nilai apa yang seharusnya kita abadikan.Keberhasilan mereka adalah pembuahan bertahun-tahun negeri kecil kita. Sekolah ini. 
Kesuksesan sejati mereka bukanlah dari skor tertinggi di kota ini, mengalahkan seluruh nilai di negeri-negeri tetangga dan sewilayah, melainkan ketika mereka bermental baja, tetap kukuh dibalik seragam dan jilbab, tetap membaca Al Qur’an dan qiroaty setiap hari serta tak pernah tinggal shalat yang wajib, adalah agenda terberat, karena teramat sering ditenggelamkan nilai-nilai globalisasi yang terlampau dihebatkan orangtua dan dunia.
Maka mari kita kembali.